Home

Rabu, 02 Januari 2013

Penular Leptospirosis


TIKUS SEBAGAI HEWAN SUMBER PENULAR LEPTOSPIROSIS 

1.      Leptospirosis
            Leptospirosis merupakan zoonosis atau penyakit hewan yang bisa menjangkiti manusia juga (WHO, 2003). Nama lengkap penyakit ini adalah Leptospirosis icterohemorrhagic atau disebut Weil’s disease yang diberikan sebagai penghargaan kepada penemu pertama penyebab penyakit ini yaitu Adolf Weill di Heidelberg (1870). Dalam dunia kedokteran juga disebut canicola fever atau mud fever (demam lumpur).
1.1.Cara penularan
Manusia terinfeksi Leptospirae melalui kontak dengan air, tanah (lumpur), tanaman yang telah dikotori oleh air seni dari hewan-hewan penderita leptospirosis. Bakteri Leptospirae masuk kedalam tubuh manusia melalui selaput lendir (mukosa) mata, hidung atau kulit yang terluka (borok, eksim), oleh urine yang telah terinfeksi.
Tikus sebagai hewan sumber penularan menderita leptospirosis. Bakteri Leptospirae yang berada di tubuh tikus sebagai penyebab leptospirosis. Bakteri yang berada dalam tubuh tikus dikeluarkan bersama urine. Urine tikus kontak dengan air, tanah, lumpur, makanan beresiko dan manusia dalam melakukan pekerjaan terkena penyakit leptospirosis. Bakteri langsung terkena kedalam tubuh manusia melalui luka terbuka pada kulit maupun di dalam rongga mulut. Begitu juga dengan hewan ternak, hewan peliharaan dapat terinfeksi melalui urine tikus. Pada hewan dapat menimbulkan kesakitan juga keguguran pada hewan yang bunting. Siklus terjadinya penularan leptospirosis terlihat pada gambar berikut:
Sumber: Faine, 1999
Gambar 2.1  Siklus Penularan Leptospirosis


            Leptospirosis dapat menular dari hewan ke manusia ataupun sebaliknya dari manusia ke hewan. Individu yang menderita leptospirosis baik hewan maupun manusia akan mengeluarkan bakteri beserta urine. Secara alamiah urine yang mengandung bakteri Leptospirae akan mencemari air yang kemudian air akan menjadi media penularan ke individu yang lain. Maka penyebaran penyakit leptospirosis termasuk dalam waterborne disease (Simanjuntak, 2002).
1.2. Patogenesis
Bakteri Leptospirae masuk ke dalam tubuh melalui selaput lendir, luka lecet melalui kulit kemudian organisme ini akan menjalar bersama peredaran darah ke berbagai bagian tubuh. Dalam organ seperti hati, ginjal, kelenjar susu dan selaput otak, bakteri akan memperbanyak diri. Bakteri dapat ditemukan didalam atau diluar sel-sel jaringan yang terkena. Beberapa serovar menghasilkan endotoksin sedangkan serovar lain menghasilkan hemolisin, yang mampu merusak dinding kapiler pembuluh (Depkes, 2002).
Pada saat mulai kontak dengan bakteri hingga terkena penyakit, masa inkubasi dari leptospirosis 4-19 hari, rata-rata 10 hari (Depkes, 2005).
1.3. Gejala
Gejala yang ditimbulkan pada hewan yang terjangkit berbeda dengan gejala yang ada pada manusia. Pada manusia menyerupai gejala flu (flu-like symptom). Gejalanya mirip dengan penyakit lain seperti meningitis, hepatitis, demam dengue, demam berdarah dengue dan demam virus lainnya (Depkes, 2003).
Penderita leptospirosis akan menderita demam yang tinggi, menggigil, bahkan menyerang alat pernafasan sehingga batuk berdarah, sesak nafas kemudian akan menyerang jaringan otak. Gejala yang spesifik yaitu icterus, demam tinggi, urine berwarna merah hingga coklat tua, nyeri dari otot betis, otot paha, dan otot pinggang (Simanjuntak, 2002).

2. Bakteri Leptospira (Penyebab Penyakit ‘Agent’)

2.1       Klasifikasi
            Bakteri Leptospira sebagai penyebab Leptospirosis berbentuk spiral termasuk dalam ordo Spirochaetales dalam Famili Trepanometaceae. Genus Leptospira dibagi dalam 2 (dua) species yaitu L. interrogans (pathogen) dan L. biflexa. L. biflexa dibedakan dari L. interrogans dengan melihat pertumbuhan pada suhu 13 0C dan pertumbuhan pada 8-azaguanine (225 g/ml) serta kegagalan L. biflexa membentuk sel spherik dalam 1 M NaCL.
            Bakteri Leptospirae terlihat dengan menggunakan mikroskop elektron, berbentuk spiral. Berukuran panjang 5-10 mikro meter, tipis lunak dan halus. Bentuk dari bakteri dapat dilihat pada gambar dibawah:
bakteri
Sumber : Choi KW, 2003
Gambar: Leptospirae interrogans dilihat dengan mikroskop elektron
2.2       Cara hidup
Leptospirae menyukai tinggal di dalam organ ginjal. Oleh karena itu, dalam air kencing hewan penderita misalnya tikus ditemukan banyak bakteri ini (Anies, 2006). Leptospirae masuk kedalam tubuh manusia dan berkembang biak di ginjal (saluran kencing) kemudian balik kedalam darah dan menyerang lewat pembuluh darah.
2.3       Daya tahan
Lebih dari 170 serovar dari Leptospirae yang pathogen telah diidentifikasi dan hampir setengahnya terdapat di Indonesia. Bentuk spiral dengan pilinan yang rapat dan ujung-ujungnya yang bengkok seperti kait dari bakteri Leptospirae menyebabkan gerakan Leptospirae sangat aktif, baik gerakan berputar sepanjang sumbunya, maju mundur, maupun melengkung, karena ukurannya sangat kecil. Leptospirae hanya dapat dilihat dengan mikroskop medan gelap atau mikroskop phase kontras. Leptospirae peka terhadap asam dan dapat hidup dalam air tawar selama kurang lebih satu bulan, tetapi dalam air laut, air selokan, dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati (Simanjuntak, 2002).
Kuman Leptospirae hidup dan berbiak di tubuh hewan. Semua hewan bisa terjangkiti baik itu hewan ternak (sapi, babi, kuda, domba), hewan peliharaan (kucing, anjing), maupun hewan liar (landak, tupai, dll) serta hewan pengerat (tikus). Jika telah terinfeksi hewan ini bisa menjadi sakit bisa juga tidak sakit atau bersifat pembawa/carrier.
3.         Tikus (Reservoar)
Tikus dan mencit adalah hewan mengerat (rodensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang di gudang dan hewan pengganggu yang menjijikkan di perumahan. Kelompok hewan ini juga membawa, menyebarkan dan menularkan berbagai penyakit kepada manusia, ternak dan hewan peliharaan.
Rodensia komensal yaitu rodensia yang hidup di dekat tempat hidup atau kegiatan manusia ini perlu lebih diperhatikan dalam penularan penyakit. Penyakit yang ditularkan dapat disebabkan oleh infeksi berbagai agen penyakit dari kelompok virus, rickettsia, bakteri, protozoa dan cacing. Penyakit tersebut dapat ditularkan kepada manusia secara langsung oleh ludah, urine dan fesesnya atau melalui gigitan ektoparasit (kutu, pinjal, caplak, dan tungau). Jenis penyakit yang ditularkan ke manusia antara lain pes, salmonelosis, murine typhus, scrub typhus, spotted fever group rickettiae, trichinosis, angiostongiliasis, dan leptospirosis.
Tikus merupakan reservoir dari serovar (serotipe) Leptospirae icterohemorrhagiae yang sangat pathogen. Tikus yang terinfeksi bakteri tetapi tidak menimbulkan gejala sakit akan menjadi karier permanen. Hewan yang telah sembuh secara klinis, kemungkinan besar masih mengeluarkan Leptospirae melalui urine untuk beberapa bulan. Perkebunan, ladang dan air genangan yang bervariasi secara alamiah akan meningkatkan beberapa hewan yang merupakan reservoir dari bakteri Leptospirae.
3.1       Klasifikasi
            Tikus termasuk famili Muridae dari kelompok mamalia (hewan menyusui). Para ahli zoologi (ilmu hewan) sepakat untuk menggolongkannya kedalam ordo Rodentia (hewan yang mengerat). Beberapa jenis Rodentia komensal adalah Rattus novergicus, Rattus rattus diardi, dan Mus musculus (Depkes, 2002).
3.2       Habitat
            Rattus novergicus (tikus got) berperilaku menggali lubang di tanah dan hidup didalam lubang tersebut. Rattus rattus diardi (tikus rumah) tidak tinggal di tanah tetapi di semak-semak dan atau di atap bangunan. Mus musculus (mencit) selalu berada di dalam bangunan, sarangnya biasa ditemui di dalam dinding, lapisan atap (eternit), kotak penyimpanan atau laci.
2.4       Media Penularan (Banjir akibat perubahan lingkungan)
            Banjir bukan hanya dipandang sebagai fenomena alam, akan tetapi dapat pula sebagai fenomena sosial ekonomi, yaitu adanya interaksi antara proses alam dengan aktivitas manusia (PSBA-UGM, 1997). Bencana banjir merupakan bencana yang paling sering terjadi dengan kerugian material dan korban jiwa yang tidak sedikit, baik secara langsung maupun dampak dari akibat banjir itu sendiri. Sesungguhnya jenis bencana ini dapat terjadi secara alami maupun karena pengaruh kegiatan manusia dan merupakan bahaya/bencana yang dapat diperkirakan untuk dikendalikan, dicegah, maupun ditanggulangi.         
            Kerugian yang ditimbulkan akibat banjir terhadap lingkungan dapat menyebabkan pencemaran, kerusakan fasilitas umum, kerugian ekonomi, banyak pengungsi, penyakit yang ditimbulkan bermacam-macam.
Lingkungan yang dapat mempengaruhi kejadian leptospirosis adalah terjadinya perubahan lingkungan fisik akibat banjir. Penyakit leptospirosis ini biasa tersebar pada negara-negara tropis yang curah hujan dan kelembaban udaranya cukup tinggi.
            Perubahan lingkungan akibat banjir akan mempercepat penyebaran leptospirosis, hal ini diakibatkan urine hewan yang terinfeksi kuman Leptospirae akan terbawa oleh genangan air dan mencemari lingkungan sekitar rumah pada tempat-tempat yang becek, berair sehingga akan mudah masuk kedalam tubuh manusia melalui pori-pori kulit, kaki, tangan, dan tubuh lainnya. Bakteri ini tergolong makhluk hidup yang kuat karena mampu bertahan hidup pada kisaran temperatur 7 0C – 36 0C dan pada pH 7 air yang netral (Suroso, 2002).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar