1.
Leptospirosis
Leptospirosis merupakan zoonosis atau penyakit hewan yang bisa menjangkiti manusia juga
(WHO, 2003). Nama lengkap penyakit ini adalah Leptospirosis icterohemorrhagic atau disebut Weil’s disease yang diberikan sebagai penghargaan kepada penemu
pertama penyebab penyakit ini yaitu Adolf Weill di Heidelberg (1870). Dalam
dunia kedokteran juga disebut canicola
fever atau mud fever (demam
lumpur).
1.1.Cara
penularan
Manusia
terinfeksi Leptospirae melalui kontak
dengan air, tanah (lumpur), tanaman yang telah dikotori oleh air seni dari
hewan-hewan penderita leptospirosis. Bakteri Leptospirae masuk kedalam tubuh manusia melalui selaput lendir
(mukosa) mata, hidung atau kulit yang terluka (borok, eksim), oleh urine yang
telah terinfeksi.
Tikus sebagai
hewan sumber penularan menderita leptospirosis. Bakteri Leptospirae yang berada di tubuh tikus sebagai penyebab
leptospirosis. Bakteri yang berada dalam tubuh tikus dikeluarkan bersama urine.
Urine tikus kontak dengan air, tanah, lumpur, makanan beresiko dan manusia
dalam melakukan pekerjaan terkena penyakit leptospirosis. Bakteri langsung
terkena kedalam tubuh manusia melalui luka terbuka pada kulit maupun di dalam
rongga mulut. Begitu juga dengan hewan ternak, hewan peliharaan
dapat terinfeksi melalui urine tikus. Pada hewan dapat menimbulkan kesakitan
juga keguguran pada hewan yang bunting. Siklus terjadinya penularan
leptospirosis terlihat pada gambar berikut:
Sumber: Faine, 1999
Gambar 2.1 Siklus Penularan
Leptospirosis
1.2. Patogenesis
Bakteri
Leptospirae masuk ke dalam tubuh
melalui selaput lendir, luka lecet melalui kulit kemudian organisme ini akan
menjalar bersama peredaran darah ke berbagai bagian tubuh. Dalam organ seperti
hati, ginjal, kelenjar susu dan selaput otak, bakteri akan memperbanyak diri.
Bakteri dapat ditemukan didalam atau diluar sel-sel jaringan yang terkena.
Beberapa serovar menghasilkan endotoksin sedangkan serovar lain menghasilkan
hemolisin, yang mampu merusak dinding kapiler pembuluh (Depkes, 2002).
Pada
saat mulai kontak dengan bakteri hingga terkena penyakit, masa inkubasi dari leptospirosis
4-19 hari, rata-rata 10 hari (Depkes, 2005).
1.3. Gejala
Gejala
yang ditimbulkan pada hewan yang terjangkit berbeda dengan gejala yang ada pada
manusia. Pada manusia menyerupai gejala flu (flu-like symptom). Gejalanya mirip dengan penyakit lain seperti
meningitis, hepatitis, demam dengue, demam berdarah dengue dan demam virus
lainnya (Depkes, 2003).
Penderita
leptospirosis akan menderita demam yang tinggi, menggigil, bahkan menyerang
alat pernafasan sehingga batuk berdarah, sesak nafas kemudian akan menyerang
jaringan otak. Gejala yang spesifik yaitu icterus, demam tinggi, urine berwarna
merah hingga coklat tua, nyeri dari otot betis, otot paha, dan otot pinggang
(Simanjuntak, 2002).
2. Bakteri Leptospira (Penyebab Penyakit ‘Agent’)
2.1 Klasifikasi
Bakteri Leptospira sebagai penyebab Leptospirosis
berbentuk spiral termasuk dalam ordo Spirochaetales
dalam Famili Trepanometaceae. Genus Leptospira dibagi dalam 2 (dua) species
yaitu L. interrogans (pathogen) dan L. biflexa. L. biflexa dibedakan dari L.
interrogans dengan melihat pertumbuhan pada suhu 13 0C dan
pertumbuhan pada 8-azaguanine (225 g/ml) serta kegagalan L. biflexa membentuk sel spherik dalam 1 M NaCL.
Bakteri Leptospirae terlihat dengan menggunakan mikroskop elektron,
berbentuk spiral. Berukuran panjang 5-10 mikro meter, tipis lunak dan halus. Bentuk
dari bakteri dapat dilihat pada gambar dibawah:
Sumber
: Choi KW, 2003
Gambar: Leptospirae interrogans dilihat dengan
mikroskop elektron
2.2 Cara
hidup
Leptospirae menyukai
tinggal di dalam organ ginjal. Oleh karena itu, dalam air kencing hewan
penderita misalnya tikus ditemukan banyak bakteri ini (Anies, 2006). Leptospirae masuk kedalam tubuh manusia dan berkembang biak di
ginjal (saluran kencing) kemudian balik kedalam darah dan menyerang lewat
pembuluh darah.
2.3 Daya tahan
Lebih dari 170
serovar dari Leptospirae yang
pathogen telah diidentifikasi dan hampir setengahnya terdapat di Indonesia.
Bentuk spiral dengan pilinan yang rapat dan ujung-ujungnya yang bengkok seperti
kait dari bakteri Leptospirae menyebabkan
gerakan Leptospirae sangat aktif,
baik gerakan berputar sepanjang sumbunya, maju mundur, maupun melengkung,
karena ukurannya sangat kecil. Leptospirae
hanya dapat dilihat dengan mikroskop medan gelap atau mikroskop phase kontras. Leptospirae peka terhadap asam dan dapat
hidup dalam air tawar selama kurang lebih satu bulan, tetapi dalam air laut,
air selokan, dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati (Simanjuntak,
2002).
Kuman
Leptospirae hidup dan berbiak di
tubuh hewan. Semua hewan bisa terjangkiti baik itu hewan ternak (sapi, babi,
kuda, domba), hewan peliharaan (kucing, anjing), maupun hewan liar (landak,
tupai, dll) serta hewan pengerat (tikus). Jika telah terinfeksi hewan ini bisa
menjadi sakit bisa juga tidak sakit atau bersifat pembawa/carrier.
3. Tikus (Reservoar)
Tikus dan mencit
adalah hewan mengerat (rodensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman
pertanian, perusak barang di gudang dan hewan pengganggu yang menjijikkan di
perumahan. Kelompok hewan ini juga membawa, menyebarkan dan menularkan berbagai
penyakit kepada manusia, ternak dan hewan peliharaan.
Rodensia komensal
yaitu rodensia yang hidup di dekat tempat hidup atau kegiatan manusia ini perlu
lebih diperhatikan dalam penularan penyakit. Penyakit yang ditularkan dapat
disebabkan oleh infeksi berbagai agen penyakit dari kelompok virus, rickettsia,
bakteri, protozoa dan cacing. Penyakit tersebut dapat ditularkan kepada manusia
secara langsung oleh ludah, urine dan fesesnya atau melalui gigitan ektoparasit
(kutu, pinjal, caplak, dan tungau). Jenis penyakit yang ditularkan ke manusia
antara lain pes, salmonelosis, murine typhus,
scrub typhus, spotted fever group rickettiae, trichinosis,
angiostongiliasis, dan leptospirosis.
Tikus merupakan
reservoir dari serovar (serotipe) Leptospirae icterohemorrhagiae yang
sangat pathogen. Tikus yang terinfeksi bakteri tetapi tidak menimbulkan gejala
sakit akan menjadi karier permanen. Hewan yang telah sembuh secara klinis,
kemungkinan besar masih mengeluarkan Leptospirae
melalui urine untuk beberapa bulan. Perkebunan, ladang dan air genangan
yang bervariasi secara alamiah akan meningkatkan beberapa hewan yang merupakan
reservoir dari bakteri Leptospirae.
3.1 Klasifikasi
Tikus
termasuk famili Muridae dari kelompok
mamalia (hewan menyusui). Para ahli zoologi (ilmu hewan) sepakat untuk
menggolongkannya kedalam ordo Rodentia (hewan
yang mengerat). Beberapa jenis Rodentia komensal adalah Rattus novergicus, Rattus rattus diardi, dan Mus musculus (Depkes, 2002).
3.2 Habitat
Rattus
novergicus (tikus got) berperilaku menggali lubang di tanah dan hidup
didalam lubang tersebut. Rattus rattus
diardi (tikus rumah) tidak tinggal di tanah tetapi di semak-semak dan atau
di atap bangunan. Mus musculus (mencit)
selalu berada di dalam bangunan, sarangnya biasa ditemui di dalam dinding,
lapisan atap (eternit), kotak penyimpanan atau laci.
2.4 Media Penularan (Banjir akibat perubahan lingkungan)
Banjir bukan hanya dipandang
sebagai fenomena alam, akan tetapi dapat pula sebagai fenomena sosial ekonomi,
yaitu adanya interaksi antara proses alam dengan aktivitas manusia (PSBA-UGM,
1997). Bencana banjir merupakan bencana yang paling sering terjadi dengan
kerugian material dan korban jiwa yang tidak sedikit, baik secara langsung
maupun dampak dari akibat banjir itu sendiri. Sesungguhnya jenis bencana ini
dapat terjadi secara alami maupun karena pengaruh kegiatan manusia dan
merupakan bahaya/bencana yang dapat diperkirakan untuk dikendalikan, dicegah,
maupun ditanggulangi.
Kerugian yang ditimbulkan akibat banjir terhadap
lingkungan dapat menyebabkan pencemaran, kerusakan fasilitas umum, kerugian
ekonomi, banyak pengungsi, penyakit yang ditimbulkan bermacam-macam.
Lingkungan
yang dapat mempengaruhi kejadian leptospirosis adalah terjadinya perubahan
lingkungan fisik akibat banjir. Penyakit leptospirosis ini biasa tersebar pada
negara-negara tropis yang curah hujan dan kelembaban udaranya cukup tinggi.
Perubahan lingkungan akibat banjir
akan mempercepat penyebaran leptospirosis, hal ini diakibatkan urine hewan yang
terinfeksi kuman Leptospirae akan
terbawa oleh genangan air dan mencemari lingkungan sekitar rumah pada tempat-tempat yang becek, berair
sehingga akan mudah masuk kedalam tubuh manusia melalui pori-pori kulit, kaki,
tangan, dan tubuh lainnya. Bakteri ini tergolong makhluk hidup yang kuat karena
mampu bertahan hidup pada kisaran temperatur 7 0C – 36 0C
dan pada pH 7 air yang netral (Suroso, 2002).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar