BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Air
merupakan salah satu materi alam yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Untuk mendapatkan air yang sesuai dengan standar kesehatan perlu adanya
pengolahan terlebih dahulu, salah satunya yaitu dengan proses desinfeksi dengan
senyawa chlor (chlorinasi).
2.
Tujuan
a. Mengukur kadar residu chlor di air
b. Menganalisis jenis senyawa chlor
yang efektif digunakan untuk chlorinasi.
3.
Manfaat
a. Sebagai bahan informasi bagi
instansi pengelola peyediaan air bersih
b. Sebagai masukan dan bahan
pertimbangan dalam proses pengolahan dan pengawasan air bersihi
BAB II
PEMBAHASAN
1. Desinfeksi
1.1. Pengertian Desinfeksi
Yang dimaksud dengan desinfeksi air
adalah membunuh bakteri pathogen yang penyebarannya melalui air (bakteri yang
dapat menimbulkan bibit penyakit) yang ada dalam air.
1.2. Metode desinfeksi air
Desinfeksi
air dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara antara lain :
a.
Penyinaran
(sinar ultraviolet atau ozon)
b.
Ion-ion
logam (copper and silver)
c.
Dengan
asam atau basa (iodin dan bromin)
d.
Senyawa-senyawa
kimia (ferrat, hidrogen peroksida, kalsium permanganat)
e.
Chlorinasi.
Dalam makalah ini yang akan dibahas hanya
tentang chlorinasi, sesuai dengan judul makalah “DESINFEKSI AIR DENGAN
CHLORINASI”
2.
Desinfeksi Dengan Chlorinasi
2.1.
Chlor yang Banyak Digunakan
Chlorinasi merupakan cara yang efektif dan masih banyak
digunakan pada sistim pengolahan air bersih diseluruh Indonesia terutama PDAM.
Proses chlorinasi adalah pembubuhan chlor atau senyawa chlor kedalam air dengan
tujuan untuk membunuh kuman atau bakteri pathogen dan untuk menghilangkan bau.
Bahan-bahan atau zat-zat kimia yang mengandung chlor
yang banyak digunakan dalam proses chlorinasi pada umumnya adalah :
a.
Natrium Hipoklorit (NaOCl)
Natrium Hipoklorit merupakan senyawa chlor berbentuk cairan yang
mengandung chlor aktif 12 %. Senyawa ini merupakan salah satu jenis desinfektan
yang sering digunakan pada pengolahan air karena sangat murah dan mudah
didapat. Akan tetapi senyawa ini bersifat korosif dan cepat rusak.
b.
Kalsium Hipoklorit (Ca(OCl)2)
Senyawa ini terkenal dengan nama kaporit, merupakan senyawa chlor
berbentuk bubuk atau tablet. Senyawa ini mengandung chlor aktif 70 % dan
merupakan bahan kimia paling banyak digunakan untuk desinfeksi air karena
murah, mudah didapat dan mudah penanganannya.
c.
Chlorine Dioksida (ClO2)
Digunakan untuk pengolahan air bersih untuk menghilangkan rasa,
bau, senyawa fe, Mn, serta sebagai
desinfektan dan mencegah alga.
d.
Natrium Dichloro-Chlorin
(NaDCC)
Senyawa ini mengandung chlor aktif 60 % berbentuk tablet.
Kentungannya adalah masa kontak dengan kuman hanya 10 menit, praktis, korosif
pada reservoir air yang terbuat dari besi dapat dikurangi, namun harganya
relative mahal.
e.
Dichloro-Triazinetrione (SDCT)
Tablet ini mengandung kadar chlorine 60 %. Dalam perdagangan dikemas
dalam bentuk tablet 50 gr.
2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi
chlorinasi
Kecepatan
dan keampuhan berbagai desinfektan dalam proses chlorinasi tergantung dari
beberapa factor anara lain :
a.
Waktu kontak
b.
Jenis dan konsentrasi
desinfektan
c.
Keadaan mikroorganisme
d.
Factor lingkungan (pH, suhu,
kualitas air, pengolahan air)
2.3. Sifat-sifat Chlor
a.
Sifat fisik
Berwarna kuning
kehijauan, bau khas dan sedikit larut dalam air dan kelarutannya akan menurun
seiring peningkatan suhu.
b.
Sifat Kimia
Bila berada diair
akan bereaksi dengan seluruh metal dan unsure lainnya. Pada suhu normal tidak
bereaksi dengan oksigen.
2.4. Proses Chlorinasi
Chlor
yang terlarut didalam air akan bereaksi membentuk asam chloride (HCl) dan asam
hipochlorit seperti dibawah ini :
Cl2 + H2O HCl + HOCl
Apabila
pH melebihi 4 maka keseimbangan reaksi akan berjalan kekanan, artinya larutan
chlor didalam air cenderung membentuk larutan HCl dan HOCl dan akan menurunkan
jumlah Cl2 didalam larutan. Asam khlorida merupakan asam kuat dan
akan terdisosiasi menjadi ion H+ dan ion Cl- :
HCl H+ + Cl-
Sedangkan
asam hipoklorit merupakan asam lemah dengan tingkat disosiasi yang rendah :
HOCl H+ + OCl-
Cl2,
HoCl, OCl- merupakan sisa chlor yang bersifat toksik bagi kuman.
Keaktifannya tergantung pada suhu dan pH. Selain bereaksi dengan air, chlor
juga akan bereaksi dengan berbagai material yang ada dalam air, khususnya agen
perudiksi baik yang beraeksi sangat cepat atau lambat. Salah satu material
pereduksi adalah hydrogen sulfida (H2S) yang bereaksi menjadi :
H2S+Cl2 2HCl + S
2.5. Sisa Chlor sebagai control
Chlorinasi
Chlorine
yang terdapat dalam air sebagai asam hipoklorit dan ion hipoclorit itulah yang
disebut dengan chlorine bebas, sedangkan chlorine yang terdapat dalam air yang
ergabung dengan ammonia atau senyawa nitrogen organic disebut chlorine terikat.
Jumlah
sisa chlor yang tersedia dalam air yang telah diolah sangat tergantung pada
kondisi air yang akan diolah:
a.
Jika air banyak mengandung
amoniak penambahan chlor akan menghasilkan sisa chlor tersedia terikat.
b.
Jika air tidak mengandung
aminiak penambahan chlor akan menghasilkan sisa chlor tersedia bebas.
c.
Jika air mengandung sisa chlor
bebas, penambahan amoniak akan menurunkan sisa chlor tersedia bebas dan
tersedia terikat.
2.6. Penentuan Dosis Chlor pada
Proses Chlorinasi
Jumlah chlorine yang ditambahkan pada air biasanya
disebut dosis chlorin, hal ini terpisah dari kebutuhan chlorin. Bila senyawa
chlor ditambahkan pada air dalam jumlah kecil, biasanya berkisar 0,25 –
0,75 mg/l, dan bereaksi dengan cemaran
yang terdapat dalam air. Senyawa yang bertanggung jawab atas tingginya
kebutuhan chlorin adalah senyawa-senyawa yang mengandung besi, mangan, nitrit
dan sulfida. Chlorine yang telah bereaksi dengan senyawa-senyawa tersebut sudah
tidak lagi mempunyai daya desinfektan, sehingga perlu adanya penambahan chlor.
2.7. Dampak Chlorin terhadap
Kesehatan
Karena banyaknya penggunaan chlorine dilapangan dalam
dosin yang berlebihan sering terjadi pelepasan gas chlorin. Gas chlorin adalah
gas berwarna hija dengan bau yang sangat menyengat. Berat jenis gas chlorin
2,47 kali berat udara dan 20 kali berat gas hydrogen chloridayang toksik.
Terbentuknya gas chlorine diudara ambient merupakan efek samping dari pemutihan
dan produksi zat atau senyawa organic yang mengandung chlor, sehingga kadar gas
chlorine dalam udara ambient akan melebihi baku mutu (150 gr/Nm3).
Selain bau yang menyengat gas chlorine dapan menyebabkan
iritasi pada mata dan peradangan pada saluran pernafasan. Apabila gas chlorine
masuk dalam jaringan paru-paru dan bereaksi dengan ion hydrogen akan dapat membentuk
asam chloride yang bersifat sangat korosif.
Dengan adanya
sinar matahari atau sinar terang maka HOCl yang terbentuk akan terdekomposisi
mencadi asam chloride dan oksigen. Selain itu juga gas chlorine dapat mencemari
atmosfer. Pada kadar antara 3,0-6,0 ppm gas chlorine terasa pedas dan
memerahkan mata dan apabila terpapar dengan kadar sebesar 14,0-21,0 ppm selama
30-60 menit dapat menyebabkan penyakit paru-paru (Pulmunari oedema).
2.8. Metode Analisis residu
Chlorin
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menentukan
kadar residu chlorine bebas atau terikat. Jumlah residu chlorine yang terdapat
dalam air dapat dianalisis dengan bauak secara iodometrik atau secara
ortotolidin.
Cara iodometrik biasanya digunakan dalam persiapan
standat chlorine sementara, cara ini lebih tepat dibandingkan dengan cora
ortotolidin dalam menganalisa total residu chlorine, tetapi tidak yang tersedia
bebas maupun terikat. Sedangkan cara ortotolidin atau yang sering disebut
dengan ortotolidin flash test lebih banyak bersifat sebagai uji kualitatif
untuk residu chlorine. Cara ini memungkinkan untuk dapat membedakan chlorine
bebas, chlorine terikat dan warna yang disebabkan oleh bahan pengganggu.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
a.
Dosis chlor yang ditambahkan
kedalam air adalah sebesar 0,2-0,5 mg/l
b.
Senyawa chlor yang paling
efektif digunakan dalam proses chlorinasi adalah Natrium Dichloro_Chlorin,
karena pada dosis 8 mg/l BPC sudah dapat tercapai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar